Mythology Yunani

Kamis, 03 November 2011


Mitologi Yunani telah berkembang seiring waktu demi menyesuaikan dengan perkembangan budaya Yunani itu sendiri, yang mana mitologi, baik secara terang-terangan maupun dalam asumsi-asumsi tak terucapkan, merupakan suatu indeks perubahan. Dalam bentuk sastra mitologi Yunani yang masih tersisa, seperti dapat ditemukan kebanyakan pada akhir perubahan yang progresif, pada dasarnya bersifat politik, seperti yang dikemukakan oleh Gilbert Cuthbertson.

Penghuni Semenanjung Balkan yang lebih awal merupakan masyarakat agraris yang menganut Animisme dan mempercayai keberadaan roh pada setiap unsur alam. Dalam perkembangan selanjutnya, roh-roh yang samar-samar itu diberikan wujud manusia dan terlibat dalam mitologi lokal sebagai dewa.  Kemudian muncul suku-suku dari sebelah utara semenanjung Balkan yang datang menyerang. Dalam invasinya, mereka membawa serta kepercayaan baru yang di dalamnya terdapat pantheon dewa-dewa baru, yang didasarkan pada penaklukan, keberanian dalam perang, dan kepahlawanan yang kejam. Dewa-dewa yang telah lebih dulu ada kemudian menyatu dengan dewa sembahan para penyerang yang lebih kuat. Semantara dewa-dewa yang tidak terasimilasi akhirnya menghilang dan tak lagi dianggap penting.

Setelah pertengahan periode Arkais, mitos mengenai hubungan cinta dan seksual antara dewa pria dengan manusia pria muncul lebih sering, mengindikasikan adanya perkembangan yang paralel dengan pejantanan pedagogis (Eros paidikos, παιδικός ἔρως), yang dpercaya telah diperkenalkan sekitar tahun 630 SM. Pada akhir abad kelima SM, para penyair telah memberikan setidaknya satu eromenos (pemuda remaja yang menjadi pasangan untuk hubungan seksual) untuk setiap dewa yang penting kecuali dewa Ares. Kekasih pria juga dimiliki oleh para tokoh-tokoh manusia yang legendary  Mitos yang telah ada sebelumnya, seperti misalnya hubungan persahabatan antara Akhilles dan Patroklos, juga dijadikan hubungan cinta sesama jenis Fenomena ini dimulai oleh para penyair Iskandariyah, dan kemudian dilakukan juga oleh para mitografer yang lebih umum di Kekaisaran Romawi awal. Mereka sering mengadaptasi ulang cerita-cerita mitologi Yunani dengan gaya itu.

Pencapaian dibuatnya wiracarita adalah untuk menciptakan siklus cerita dan, sebagai akibatnya, untuk mengembangkan pemahaman baru mengenai kronologi mitologis. Jadi mitologi Yunani terungkap sebagai fase dalam perkembangan dunia dan manusia Sementara kontradiksi-diri dalam cerita-ceritanya menjadikan tidak mungkin untuk adanya garis waktu yang mutlak, namun suatu kronologi yang mendekati itu dapat dilihat. "Sejarah dunia" mitologi yang dihasilkan kemudian, dapat dibagi menjadi tiga atau empat periode yang cakupannya cukup luas, yaitu:
Mitos asal usul atau zaman para dewa (Theogonia, "kelahiran para dewa"): mitos tentang asal mula dunia, para dewa, dan umat manusa.
Zaman ketika dewa dan manusia hidup bersama-sama: kisah-kisah mengenai interaksi awal antara para dewa, setengah dewa, dan manusia.

Zaman para pahlawan (zaman kepahlawanan), ketika intervensi para dewa mulai berkurang. Kisah yang terakhir dan terhebat dari legenda kepahlawanan adalah cerita Perang Troya dan kisah-kisah setelahnya, yang oleh beberapa sejarawan dipisahkan menjadi periode keempat yang terpisah.
Walaupun zaman para dewa banyak menarik minat para para pelajar kontemporer untuk mempelajari mitologi Yunani, namun para penulis Yunani Kuno pada masa Arkais dan Klasik jelas-jelas lebih menyukai zaman kepahlawanan. Mereka juga membuat suatu kronologi dan catatan pencapaian manusia setelah pertanyaan mengenai bagaimana dunia ini berwujud, terjelaskan. Sebagai contoh, Iliad dan Odisseia yang heroik jauh lebih panjang dan terkenal daripadaTheogonia dan Himne Homeros, yang lebih berfokus pada kisah para dewa. Di bawah pengaruh Homeros, "pemujaan pahlawan" berujung pada penataan ulang kehidupan spiritual, yang ditunjukkan dengan adanya pemisahan ranah kekuasaan para dewa dari ranah kekuasaan para pahlawan yang telah meninggal, serta pemisahan ranah Khthonik dari ranah Olimpus.

Dalam Erga kai hemerai. Hesiodos menggunakan skema Empat Zaman (atau Ras) Manusia. Keempat zaman yang disebutkan olehnya yaitu Zaman Emas, Zaman Perak, Zaman Perunggu, dan Zaman Besi. Semua zaman atau ras tersebut merupaan ciptaan dewa yang berbeda-beda, Zaman Emas berlangsung selama kekuasaan Kronos, sedangkan Zaman Perak terjadi di bawah pemerintahan Zeus. Hesiodos kemudian menambahkan Zaman (atau Ras) Pahlawan tepat setelah Zaman Perunggu. Zaman terakhir adalah Zaman Besi, yang merupakan periode kontemporer dimana Hesiodos hidup. Hesiodos menceritakan bahwa Zaman Besi adalah masa yang terburuk. Kejahatan yang ada di dunia dijelaskan melalui mitos Pandora, ketika semua hal buruk, seperti misalnya penyakit, kejahatan, kesengsaraan, dll, yang tersimpan dalam Kotak Pandora berhasil keluar dan menjangkiti umat manusia. Namun di dalam kotak tersebut masih tersisa satu benda yang sulit untuk keluar, yakni harapan. ]Sementara itu dalam karyanya, MetamorphosesOvidius juga mengikuti konsep Hesiodos dan mengisahkan empat zaman yang dialami oleh umat manusia.

Menurut Edith Hamilton, karakteristik mitologi Yunani adalah adanya upaya orang Yunanii kuno untuk mengurangi tingkat kebiadaban dalam mitologi mereka. Selain itu mitologi Yunani tidak banyak berisi hal-hal supranatural; tidak ada penyihir pria dan hanya ada dua orang penyihir wanita, juga tidak ada cerita mengenai hantu yang menakutkan atau astrologi yang mempengaruhi nasib manusia.

0 komentar: