Pacaran ? Pacaran pada saat ini sudah menjamur dimasyarakat dari kalangan anak SMP maupun sampai orang kantoran, menurut saya pun ini wajar, karena manusia memiliki daya tarik yang dapat memikat satu sama lain. Tapi terkadang dalam berhubungan, sering kali terjadi kekerasan yang merugikan salah satu dari pihak. Menurut saya ini bukanlah prilaku manusia yang dimana satu sama lain saling menjatuhkan / bertingkah laku kasar apalagi dalam "Rumah Tangga" ataupun "Pacaran", karena orang yang mempunyai ikatan kasih itu seharusnya tidaklah harus melakukan kekerasan. Pacaran maupun Rumah Tangga justru harus menjadi tempat untuk menutupi kekurangan antara pasangan tersebut. Apabila ada pasangan yang melakukan tindakan kasar, sebenarnya disini kita juga dapat melihat bahwa hubungan pasangan tersebut tidak didasari atas kasih sayang. Menurut saya, orang yang melakukan tindakan kasar terhadap kekasihnya itu sama saja sudah melanggar akan hak asasi manusia, mengapa harus ada tindakan kasar? apakah tidak ada jalan lain ? seperti musyawarah atau berbicara baik" antar 1 sama lain?
Adapun bentuk KDRT seperti yang disebut di atas dapat dilakukan suami
terhadap anggota keluarganya dalam bentuk : 1) Kekerasan fisik, yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat ; 2) Kekerasan
psikis, yang mengakibatkan rasa ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dll.
3).Kekerasan seksual, yang berupa pemaksaan seksual dengan cara tidak
wajar, baik untuk suami maupun untuk orang lain untuk tujuan komersial,
atau tujuan tertentu ; dan 4). Penelantaran rumah tangga yang terjadi
dalam lingkup rumah tangganya, yang mana menurut hukum diwajibkan
atasnya. Selain itu penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang
mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau
melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga
korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Bagi korban KDRT
undang-undang telah mengatur akan hak-hak yang dapat dituntut kepada
pelakunya, antara lain : a).Perlindungan dari pihak keluarga,
kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak
lainnya maupun atas penetapan perintah perlindungan dari pengadilan ;
b).Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis ; c). Penanganan
secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban ; d).Pendampingan oleh
pekerja sosial dan bantuan hukum ; dan e). Pelayanan bimbingan rohani.
Selain itu korban KDRT juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi
pemulihan korban dari, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan
pendamping dan/atau pembimbing rohani. (vide, pasal 10 UU No.23 tahun
2004 tentang PKDRT).
Dalam UU PKDRT Pemerintah mempunyai
kewajiban, yaitu : a).Merumuskan kebijakan penghapusan KDRT ; b).
Menyelenggarakan komunikasi, informasi dan edukasi tentang KDRT ; c).
Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang KDRT ; dan d).
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif jender, dan isu KDRT
serta menetapkan standard dan akreditasi pelayanan yang sensitif jender.
UU
No.23 tahun 2004 juga mengatur kewajiban masyarakat dalam PKDRT, dimana
bagi setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) wajib melakukan upaya : a) mencegah
KDRT ; b) Memberikan perlindungan kepada korban ; c).Memberikan
pertolongan darurat ; dan d). Mengajukan proses pengajuan permohonan
penetapan perlindungan ; (vide pasal 15 UU PKDRT). Namun untuk kejahatan
kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan seksual yang terjadi
di dalam relasi antar suami-isteri, maka yang berlaku adalah delik
aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang melaporkan KDRT yang
dialaminya kepada pihak kepolisian. ( vide, pasal 26 ayat 1 UU 23 tahun
2004 tentang PKDRT).
Namun korban dapat memberikan kuasa kepada
keluarga atau Advokat/Pengacara untuk melaporkan KDRT ke kepolisian
(vide, pasal 26 ayat 2). Jika yang menjadi korban adalah seorang anak,
laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh atau anak yang
bersangkutan (vide, pasal 27). Adapun mengenai sanksi pidana dalam
pelanggaran UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT diatur dalam Bab VIII
mulai dari pasal 44 s/d pasal 53. Khusus untuk kekerasan KDRT di bidang
seksual, berlaku pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun
penjara atau 20 tahun penjara atau denda antara 12 juta s/d 300 juta
rupiah atau antara 25 juta s/d 500 juta rupiah. ( vide pasal 47 dan 48
UU PKDRT).
Dan perlu diketahui juga, bahwa pada umumnya UU No.23
tahun 2004 tentang PKDRT, bukan hanya melulu ditujukan kepada seorang
suami, tapi juga juga bisa ditujukan kepada seorang isteri yang
melakukan kekerasan terhadap suaminya, anak-anaknya, keluarganya atau
pembantunya yang menetap tinggal dalam satu rumah tangga tersebut
Kekerasan dalam Pacaran maupun Rumah Tangga (Manusia dan penderitaan)
Selasa, 20 Maret 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar